Ada Desa Madinah di Magetan, Aktivitas Warga Berhenti Saat Adzan Berkumandang. Ini Penampakannya

Aktivitas masyarakat di Desa Temboro di Kabupaten Magetan, Jawa Timur yang dijuluki Kampung




Madinah, selalu sepi saat azan berkumandang. Hampir seluruh warganya pergi ke masjid atau surau desa untuk beribadah.



Ali (50) dan pedagang lainnya terlihat mengemasi barang dagangan mereka. Sejumlah pembeli juga bergegas menyelesaikan belanjaannya. Sejenak kemudian, suasana jalan desa yang ramai oleh lalu lalang orang perlahan mulai sepi.


“Kalau sudah azan jalan mulai sepi, kami tutup sebentar untuk salat zuhur. Jam 1 nanti baru buka lagi,” ujar Ali sambil menutup pintu tokonya.


Setelah salat, Ali terlihat sibuk menyusun lemari kecil dan meja lipat di depan tokonya yang terletak di jalan utama menuju Pondok Al Fatah Temboro Senin siang.

Di hari itu ada pertemuan wali santri (penerimaan santri baru) di Pondok Al Fatah Temboro. Saat pertemuan wali santri, banyak para santri baru mencari lemari kecil dan alas tidur. Saat musim penerimaan santri baru, ia mengaku mampu menjual ratusan lemari kecil serta lebih dari seribu meja lipat.


“Lemari itu bisa 150 lemari. Kalau meja kecil tahun kemarin habis seribu,” ujarnya Senin (17/06 /2019).


Selain Ali, sejumlah pedagang baju muslim yang membuka lapak di sepanjang jalan menuju pondok pesantren juga turut ketiban rejeki.


Erwin salah satu pedagang baju gamis mengaku mendapatkan omzet besar saat pertemuan wali santri seperti saat ini. Dia mengaku mendatangkan baju gamis dari Surabaya dan Jakarta untuk dijual.


“Ramai, ini pertemuannya se Asia Tenggara. Banyak santrinya. Tahun kemarin omset bisa Rp 150 juta selama kegiatan,” katanya.
Desa Temboro sejak puluhan tahun silam memang terkenal dengan julukan Kampung Madinah.


Julukan tersebut muncul karena pakaian yang digunakan oleh penduduknya seperti pakaian masyarakat Arab. Pria menggunakan busana jubah dan penutup kepala, sementara perempuan menutup seluruh tubuhnya dengan pakaian warna gelap dan sebagian besar menggunakan burka.


Gaya busana tersebut telah menjadi bagian kehidupan sehari-hari warga Desa Temboro.
“Berpakaian seperti itu karena orang sini pendidikan agamanya kuat. Mereka mengamalkan ilmunya itu,” ujar Kepala Dusun Temboro, Ulul Azhar kepada Kompas.com.


Keberadaan Pondok Pesantren al-Fatah Temboro, menurut Ulul Azhar tidak dipungkiri membawa perubahan besar terutama kebiasaan berbusana tertutup seperti saat ini.
Selain itu, kebiasaan lain yang berubah adalah banyak warga yang beraktivitas jalan kaki baik ke masjid maupun ke pasar. Tak heran jika sepanjang jalan Desa Temboro dipenuhi dengan warga yang berbusana seperti di Arab.


Masuk Waktu Salat, Masjid Penuh dengan Jemaah
Selain busana yang khas, masjid dan surau di wilayah Desa Temboro menurut Ulul Azhar selalu penuh jemaah saat masuk waktu salat. Semua kegiatan warga mulai perdagangan hingga perkantoran akan berhenti sejenak saat azan berkumandang.


“Biar subuh, seluruh masjid di sini penuh dengan jemaah yang salat. Seluruh warga di sini beragama Islam dan kami mau mengamalkan ajaran agama,” imbuhnya.


Meski berada dalam kawasan Pondok Pesantren Al Fatah, warga Temboro mempunyai kegiatan sendiri. Menurut Ulul Azhar, saat bulan Ramadhan, 29 masjid dan surau di Desa Temboro melakukan salat tarawih dengan bacaan Al quran satu juz setiap malam.


“Kalau di pesantren ada yang salat tarawih khataman. Kalau di seluruh masjid kampung sini, salat tarawihnya khatam satu juz setiap malam,” katanya.


Warga Desa Temboro juga rutin menggelar pengajian setiap Kamis mala

=m setelah maghrib. Setelah salat isya, banyak warga yang melalukan taklim dan dzikir serta berkunjung pada warga yang tidak hadir saat pengajian.

Mereka juga akan menggelar pengajian besar saat memperingati Hari Ulang Tahun Republik Indonesia dengan mengundang grup kesenian islami.


“Paling ramai kalau 17-an. Selain pengajian juga ditampilkan grup kesenian barzanji,” kata Ulul Azhar.


Tidak diketahui secara pasti berapa jumlah santri yang mondok di Pondok Al Fatah Temboro, karena selain santri pemula, ada juga santri yang hanya mondok dalam hitungan bulan. Namun dipekirakan ada 15.000 santri yang menuntut ilmu di pesantren tersebut.
Desa Temboro memiliki luas wilayah lebih dari 517 hektar dan 40 persen lahan merupakan kawasan yang digunakan untuk kegiatan pondok pesantren.
Sumber: kompas.com

loading...
LihatTutupKomentar