Dijodohkan Orang Tua Tidak Selalu Salah. Bagi sebagian orang masalah perjodohan sudah dianggap
hal yang kuno. Mereka menganggap, ini sudah bukan jamannya lagi harus mengikuti keinginan orangtua untuk memilih jodoh. Orangtua kita selalu mempertimbangkan bibit, bebet, bobot dalam urusan pasangan kita.
Malam itu, aku langsung masuk ke kamar, Li Xan menapaku dari depan kamar, “Mira, udah tidur?” Aku gak jawab, aku menutup mulut rapat-rapat, menggulung tubuhku di bawah selimut sambil menangis, siapa yang melihat betapa menderitanya diriku sekarang.
Keesokan harinya, aku baru tahu ternyata Li Xan tidur di lantai dan hanya beralaskan satu lembar kain tebal saja. Dia kemudian bertanya, “Kamu lapar gak? Aku ada beli sarapan buat kamu.” Aku duduk di sofa dan gak bicara, aku lihat Jono, memikirkan mau menghabiskan sisa hidupku bersamanya bikin aku pusing.
Aku menangis, melihatku menangis Li Xan jadi kebingungan, “Apa aku salah? Aku salah dimana? Kalau aku salah kamu boleh pukul aku” kemudian dia mengeluarkan sebuah alas sepatu dan bilang kalau ibunya memukulnya dengan alas ini kalau dia salah.
Aku menangis sampai tidak ada tenaga lagi, “Kamu tidur di bawah sini?” aku tanya dia sambil makan sarapanku. Dia bilang, “Udah biasa, tenang aja.” Aku tiba-tiba merasa kasihan sekali, tahun ini dia sudah hampir 30 tahun. Dia gak bodoh, cuman lebih polos dan tampang memang pas-pasan, tapi untuk yang lainnya, dia cukup oke. Orangtuanya sudah lama bingung karena dia belum menikah.
Di kampung udah tidak ada lagi gadis yang bisa dikenalkan dengannya. Aku tanya dia, “Kamu pakai cara apa sampai mamaku berjanji untuk menikahkan aku sama kamu?” Dia menjawabnya dengan santai, “Gak ada apa-apa, mama kamu tanya, apa aku rela buat jaga adik ipar, ya adik kamu itu, seumur hidup juga, aku ngangguk. Gitu aja.”
Malam itu, dia tetap tidur di bawah, tapi walaupun begitu, dia tetap tidur dengan sangat lelap. Kayaknya gak ada yang bisa ganggu dia tidur. Kami menjalani hidup seperti ini selama setengah tahun, kemudian mamaku bertanya, “Si Li Xan apa gak bisa punya anak gitu ya? Kenapa segitu lama sampe sekarang kamu belum hamil? Aku cuma menjawab, “gak apa mam, ga perlu buru-buru juga..”
Mama bahkan mau bawa aku dan Li Xan ke dokter untuk cek kesuburan, untung aku tolak. Aku sempat berpikir untuk tidur seranjang dengannya. Tapi kalau aku kebayang giginya yang kuning itu, aku langsung kecewa dan gak berani bayangin lagi.
Tahun berikutnya, kalau musim hujan, kampung ini dingin banget. Waktu itu hujan turun satu minggu berturut-turut. Selama beberapa hari ini, aku bahkan gak perlu turun dari ranjang, dari bangun aku nonton tv. Li Xan yang bawain sarapan, makan siang dan makan malam, selesai aku makan, dia yang bereskan semuanya. Sampai malam itu hujan berhenti.
Kemudian LiXan berkata, “aku bawa kamu pergi ke sebuah tempat!”. Aku gak mau pergi, tapi Li Xan kemudian melanjutkan, “Aku gendong kamu kesana.” Kemudian Li Xan bawa aku ke taman tua. Dia memintaku duduk di kursi taman dan menutup mata. “Nanti aku bilang satu dua tiga, kamu baru buka mata ya!” Aku bilang,”Kamu ini ngapain sih?”
Tapi detik berikutnya dia udah bilang satu-dua-tiga… “Coba liat di depan mata kamu!” Aku melihat sederetan balon warna-warni, setiap warna digambar dengan ekspresi yang berbeda-beda, di atasnya ada tulisan, “Aku cinta kamu, aku mau menghabiskan hidupku bersamamu.”
Aku kemudian terdiam, aku melihat Li Xan yang tersenyum malu di pinggir sana. Aku hanya menjawab, “Kamu ini ngapain sih?” Li Xanbilang, “Aku gak pernah ke kota, seumur hidup aku tinggal di kampung”
“Aku lihat banyak hal romantis di TV, tapi aku gak bisa kaluin semuanya. Aku mikir banyak, tapi layang-layang yang aku kasih kamu”
“Kamu bahkan gak melihatnya sama sekali, aku kasih bunga sama kamu, kamu juga langsung buang. Aku cuman kepikiran hal ini aja, aku lihat di TV juga gitu kok.. Hehehe..”
Itulah pertama kali aku merasa sangat tersentuh dan terharu, walaupun cuman beberapa buah balon. Tapi aku merasakan kalau dia mencintai aku. Malam itu, aku mencari layang-layang yang dulu dia kasih, aku bilang sama Jono, “Coba kamu perbaiki, nanti kalau cuaca cerah kita bisa main layangan..” Li Xan langsung kaget, “Ah! Aku benerin sekarang juga…” Aku tertawa, “Kamu ini, sekarang itu waktunya tidur tau..”
Sejak hari itu, aku dan Li Xan tidur satu ran*jang.. Demi hari ini, dia sudah berjuang selama hampir satu tahun. 2 tahun setelah itu, kami berdua pergi ke kota untuk bekerja dan menabung sedikit uang selama setahun, sampai tahun berikutnya kami pulang ke kam
Tapi detik berikutnya dia udah bilang satu-dua-tiga… “Coba liat di depan mata kamu!” Aku melihat sederetan balon warna-warni, setiap warna digambar dengan ekspresi yang berbeda-beda, di atasnya ada tulisan, “Aku cinta kamu, aku mau menghabiskan hidupku bersamamu.”
Aku kemudian terdiam, aku melihat Li Xan yang tersenyum malu di pinggir sana. Aku hanya menjawab, “Kamu ini ngapain sih?” Li Xanbilang, “Aku gak pernah ke kota, seumur hidup aku tinggal di kampung”
“Aku lihat banyak hal romantis di TV, tapi aku gak bisa kaluin semuanya. Aku mikir banyak, tapi layang-layang yang aku kasih kamu”
“Kamu bahkan gak melihatnya sama sekali, aku kasih bunga sama kamu, kamu juga langsung buang. Aku cuman kepikiran hal ini aja, aku lihat di TV juga gitu kok.. Hehehe..”
Itulah pertama kali aku merasa sangat tersentuh dan terharu, walaupun cuman beberapa buah balon. Tapi aku merasakan kalau dia mencintai aku. Malam itu, aku mencari layang-layang yang dulu dia kasih, aku bilang sama Jono, “Coba kamu perbaiki, nanti kalau cuaca cerah kita bisa main layangan..” Li Xan langsung kaget, “Ah! Aku benerin sekarang juga…” Aku tertawa, “Kamu ini, sekarang itu waktunya tidur tau..”
Sejak hari itu, aku dan Li Xan tidur satu ranjang.. Demi hari ini, dia sudah berjuang selama hampir satu tahun. 2 tahun setelah itu, kami berdua pergi ke kota untuk bekerja dan menabung sedikit uang selama setahun, sampai tahun berikutnya kami pulang ke kampung dan membangun rumah kami.
Tidak lama setelah itu aku hamil dan melahirkan anak laki-laki pertamaku. Setelah anakku lahir, Li Xan kembali ke kota untuk bekerja, sedangkan aku di kampung untuk menjaga anak. Tahun berikutnya, Li Xan pulang dan bilang kalau dia mau punya anak kedua lagi. Inilah hidupku sekarang, aku sangat baik dan sangat bahagia.
hal yang kuno. Mereka menganggap, ini sudah bukan jamannya lagi harus mengikuti keinginan orangtua untuk memilih jodoh. Orangtua kita selalu mempertimbangkan bibit, bebet, bobot dalam urusan pasangan kita.
Malam itu, aku langsung masuk ke kamar, Li Xan menapaku dari depan kamar, “Mira, udah tidur?” Aku gak jawab, aku menutup mulut rapat-rapat, menggulung tubuhku di bawah selimut sambil menangis, siapa yang melihat betapa menderitanya diriku sekarang.
Keesokan harinya, aku baru tahu ternyata Li Xan tidur di lantai dan hanya beralaskan satu lembar kain tebal saja. Dia kemudian bertanya, “Kamu lapar gak? Aku ada beli sarapan buat kamu.” Aku duduk di sofa dan gak bicara, aku lihat Jono, memikirkan mau menghabiskan sisa hidupku bersamanya bikin aku pusing.
Aku menangis, melihatku menangis Li Xan jadi kebingungan, “Apa aku salah? Aku salah dimana? Kalau aku salah kamu boleh pukul aku” kemudian dia mengeluarkan sebuah alas sepatu dan bilang kalau ibunya memukulnya dengan alas ini kalau dia salah.
Aku menangis sampai tidak ada tenaga lagi, “Kamu tidur di bawah sini?” aku tanya dia sambil makan sarapanku. Dia bilang, “Udah biasa, tenang aja.” Aku tiba-tiba merasa kasihan sekali, tahun ini dia sudah hampir 30 tahun. Dia gak bodoh, cuman lebih polos dan tampang memang pas-pasan, tapi untuk yang lainnya, dia cukup oke. Orangtuanya sudah lama bingung karena dia belum menikah.
Di kampung udah tidak ada lagi gadis yang bisa dikenalkan dengannya. Aku tanya dia, “Kamu pakai cara apa sampai mamaku berjanji untuk menikahkan aku sama kamu?” Dia menjawabnya dengan santai, “Gak ada apa-apa, mama kamu tanya, apa aku rela buat jaga adik ipar, ya adik kamu itu, seumur hidup juga, aku ngangguk. Gitu aja.”
Malam itu, dia tetap tidur di bawah, tapi walaupun begitu, dia tetap tidur dengan sangat lelap. Kayaknya gak ada yang bisa ganggu dia tidur. Kami menjalani hidup seperti ini selama setengah tahun, kemudian mamaku bertanya, “Si Li Xan apa gak bisa punya anak gitu ya? Kenapa segitu lama sampe sekarang kamu belum hamil? Aku cuma menjawab, “gak apa mam, ga perlu buru-buru juga..”
Mama bahkan mau bawa aku dan Li Xan ke dokter untuk cek kesuburan, untung aku tolak. Aku sempat berpikir untuk tidur seranjang dengannya. Tapi kalau aku kebayang giginya yang kuning itu, aku langsung kecewa dan gak berani bayangin lagi.
Tahun berikutnya, kalau musim hujan, kampung ini dingin banget. Waktu itu hujan turun satu minggu berturut-turut. Selama beberapa hari ini, aku bahkan gak perlu turun dari ranjang, dari bangun aku nonton tv. Li Xan yang bawain sarapan, makan siang dan makan malam, selesai aku makan, dia yang bereskan semuanya. Sampai malam itu hujan berhenti.
Kemudian LiXan berkata, “aku bawa kamu pergi ke sebuah tempat!”. Aku gak mau pergi, tapi Li Xan kemudian melanjutkan, “Aku gendong kamu kesana.” Kemudian Li Xan bawa aku ke taman tua. Dia memintaku duduk di kursi taman dan menutup mata. “Nanti aku bilang satu dua tiga, kamu baru buka mata ya!” Aku bilang,”Kamu ini ngapain sih?”
Tapi detik berikutnya dia udah bilang satu-dua-tiga… “Coba liat di depan mata kamu!” Aku melihat sederetan balon warna-warni, setiap warna digambar dengan ekspresi yang berbeda-beda, di atasnya ada tulisan, “Aku cinta kamu, aku mau menghabiskan hidupku bersamamu.”
Aku kemudian terdiam, aku melihat Li Xan yang tersenyum malu di pinggir sana. Aku hanya menjawab, “Kamu ini ngapain sih?” Li Xanbilang, “Aku gak pernah ke kota, seumur hidup aku tinggal di kampung”
“Aku lihat banyak hal romantis di TV, tapi aku gak bisa kaluin semuanya. Aku mikir banyak, tapi layang-layang yang aku kasih kamu”
“Kamu bahkan gak melihatnya sama sekali, aku kasih bunga sama kamu, kamu juga langsung buang. Aku cuman kepikiran hal ini aja, aku lihat di TV juga gitu kok.. Hehehe..”
Itulah pertama kali aku merasa sangat tersentuh dan terharu, walaupun cuman beberapa buah balon. Tapi aku merasakan kalau dia mencintai aku. Malam itu, aku mencari layang-layang yang dulu dia kasih, aku bilang sama Jono, “Coba kamu perbaiki, nanti kalau cuaca cerah kita bisa main layangan..” Li Xan langsung kaget, “Ah! Aku benerin sekarang juga…” Aku tertawa, “Kamu ini, sekarang itu waktunya tidur tau..”
Sejak hari itu, aku dan Li Xan tidur satu ran*jang.. Demi hari ini, dia sudah berjuang selama hampir satu tahun. 2 tahun setelah itu, kami berdua pergi ke kota untuk bekerja dan menabung sedikit uang selama setahun, sampai tahun berikutnya kami pulang ke kam
Tapi detik berikutnya dia udah bilang satu-dua-tiga… “Coba liat di depan mata kamu!” Aku melihat sederetan balon warna-warni, setiap warna digambar dengan ekspresi yang berbeda-beda, di atasnya ada tulisan, “Aku cinta kamu, aku mau menghabiskan hidupku bersamamu.”
Aku kemudian terdiam, aku melihat Li Xan yang tersenyum malu di pinggir sana. Aku hanya menjawab, “Kamu ini ngapain sih?” Li Xanbilang, “Aku gak pernah ke kota, seumur hidup aku tinggal di kampung”
“Aku lihat banyak hal romantis di TV, tapi aku gak bisa kaluin semuanya. Aku mikir banyak, tapi layang-layang yang aku kasih kamu”
“Kamu bahkan gak melihatnya sama sekali, aku kasih bunga sama kamu, kamu juga langsung buang. Aku cuman kepikiran hal ini aja, aku lihat di TV juga gitu kok.. Hehehe..”
Itulah pertama kali aku merasa sangat tersentuh dan terharu, walaupun cuman beberapa buah balon. Tapi aku merasakan kalau dia mencintai aku. Malam itu, aku mencari layang-layang yang dulu dia kasih, aku bilang sama Jono, “Coba kamu perbaiki, nanti kalau cuaca cerah kita bisa main layangan..” Li Xan langsung kaget, “Ah! Aku benerin sekarang juga…” Aku tertawa, “Kamu ini, sekarang itu waktunya tidur tau..”
Sejak hari itu, aku dan Li Xan tidur satu ranjang.. Demi hari ini, dia sudah berjuang selama hampir satu tahun. 2 tahun setelah itu, kami berdua pergi ke kota untuk bekerja dan menabung sedikit uang selama setahun, sampai tahun berikutnya kami pulang ke kampung dan membangun rumah kami.
Tidak lama setelah itu aku hamil dan melahirkan anak laki-laki pertamaku. Setelah anakku lahir, Li Xan kembali ke kota untuk bekerja, sedangkan aku di kampung untuk menjaga anak. Tahun berikutnya, Li Xan pulang dan bilang kalau dia mau punya anak kedua lagi. Inilah hidupku sekarang, aku sangat baik dan sangat bahagia.
loading...